Kamis, 08 Desember 2016

My Future Husband


Juni, Juli, Agustus, September, Oktober, dan “November”. Kelihatan sih masih lumayan lama, tapi tapi tapi times fly so fast. Enam bulan itu setengah tahun, eh maksudnya enam bulan itu keitung cepet banget buat nyiapin perkakas ini itu dan sanak saudaranya, tapi yang terpenting kebutuhan pokoknya udah kepegang dulu. And you know lah kalimat pembuka ini merujuk tentang apa. Yup, and now I will tell you about my lovely future husband yang akan jadi suamiku beneran kurang lebih enam bulan lagi.

Dia punya nama Agus Tri Setyo Wicaksono. Di lihat dari namanya jangan mengira dia lahir bulan Agustus. Bukan, dia bukan kelahiran bulan Agustus kok, tapi kelahiran bulan Mei, 25 tahun silam.

Orangnya gimana yaaa, ehmm dia punya perut yang elastis, bisa menampung berbagai macam makanan dalam sekali waktu, tapi mungkin juga di perutnya sedang memelihara hewan naga kali yaa, makan sebanyak apapun tetep kurus kurus aja badannya yaa cuma perutnya doang yang offside sih. Dia suka badminton malam-malam. Suka banget sama yang namanya kaget. Apa lagi yaa? Aku masih belum banyak tahu tentang dia, but as soon as juga bakalan tau kebiasaan dia sehari-hari.

Dulu kami melewati masa perkenalan cuma sekitar kurang lebih satu bulan, dengan sedikit kesan perkenalan awal yang tidak pas waktunya. Lalu kami memutuskan untuk menjalin relationship without long distance. Ngomong-ngomong awal mula aku tertarik padanya karena dia itu agak sedikit berbeda dengan laki-laki lain. Bukannya ingin mengenal lebih jauh tentang wanita yang di dekatinya, dianya malah asik dan bangga bercerita dari Sabang sampai Merauke tentang kegiatan perkuliahannya, tentang pengalaman-pengalaman penelitiannya dan sejenis cerita-cerita macam itu lah. Meskipun aku nggak begitu paham, efek dari akunya yang kurang aktif dalam dunia perkuliahan dulu tapi entah kenapa seneng aja denger dia cerita ngalor ngidul seperti itu. Ekspresinya itu lho yang bikin gemes gregetan gimana gitu.

Then, enam bulan kemudian lebih tepatnya bulan Maret lalu diikatlah hubungan kami dengan disaksikan kedua pihak keluarga untuk menuju ke ikatan yang paling resmi nan halal. Ternyata di tembak sama Bapaknya itu lebih bikin senam jantung dibanding sama anaknya dulu. Statusnya naik satu tingkat dari kata pacar menjadi husband and wife to be. Cepet? Iya memang, kalau lebih cepat lebih baik ngapain juga diperlama.

Bytheway, anyway, busway, sekarang kalau lihat orang menikah jadi deg-deg an. Iyalah deg-deg an, gimana nggak deg-deg an lha orang hidup kok, kalau nggak deg-deg an kan gawat. Tapi dibalik itu semua lebih dari rasa kecemasan yang timbul, aku pribadi sih merasakan demikian, entahlah kalau dia gimana. Rasa cemas tentang bagaimana acaranya besok, apakah lancar sesuai dengan yang direncanakan. Tapi tapi tapi sebagian rasa cemas yang muncul tentang bagaimana kehidupan setelah pernikahan itu sendiri. Banyak sekali pertanyaan dan kekhawatiran, itu dikarenakan aku sebelumnya belum pernah menikah, hahaha. Hanya saja lebih sering dapat cerita tentang kehidupan pasca menikah. Banyak yang bilang bahwa kehidupannya tidak mudah, berat, dan nggak seenak yang dibayangkan. But I wanna try and do it.

Kalo kata bang Kariz, salah satu penulis favoritku, “Beritahu aku bila salah, tuntun aku menjadi benar. Jangan pergi, tetaplah di sini, lalu mari kita sama-sama belajar lagi.” Intinya mengarungi bahtera rumah tangga yang kata orang ribet kalau cari yang sederhana itu yaa rumah makan hahaha, yaaa harus dilandasi rasa yang legowo, legowo untuk tidak egois, legowo untuk mengerti pasangan, dan legowo untuk belajar bersama-sama. Karena because itu that, hahaha bercanda, karena tidak ada sekolah atau tempat kursus untuk mengurus rumah tangga yang ideal dan menjadi suami-istri yang baik.

To be continued.
Ah ternyata aku meninggalkan ketikan ini beberapa bulan yang lalu dikarenakan entahlah yang jelas jadi seksi sibuk dan ada aja yang harus dikerjakan sampai ketikan ini terbengkalai, ah lebay.
Ehmm ndak terasa sekarang udah berada di titik awal bulan november, dan semoga menjadi OUR LOVEMBER, di aamiin in yaaa.

BeTeWeh omong-omong tentang persiapan selama kurang lebih enam bulan belakangan ini, ada aja hal-hal yang tidak sesuai dengan ekspetasi yang sangat sangat berhasil membuat kepala pening dan tak lewat juga buat nangis karena rasanya benar-benar capek dan tertekan. Dari dia yang dipindah kerjakan di Jogja, dari hal-hal sepele yang jadi masalah kaya undangan yang masih ada salah pengetikan berbeda dengan revisi terakhir, dari kain seragaman yang lunturlah yang kuranglah jadi harus pesen lagi, dari poto ala ala prewedd yang lumayan bikin runyem juga, dari rias make up yang kurang bikin srek tapi aku ya sudahlah pasrah masalah rias ini mau di oret-oret model gimana yang jelas ndak mungkin berubah cantik bak Mbak Dian Sastro, dari cincin kawin yang ganti lagi untuk berubah wujud tapi tetep aja tidak sesuai dengan ekspetasi dia, dan masih buanyak rentetan hal-hal yang sebenarnya sepele tetapi cukup menyita tenaga buat berdebat. Mintaku cuma satu, semoga sampai harinya nanti dilancarkan dan dimudahkan semuanya ya Allah. Dan diambil positif nya aja mungkin kurang lebih seperti inilah kelak rasa rumah tangga itu. Ada pahit-pahitnya gitu.

Semakin kesini semakin mengenal sosok calon idaman imamku ini. Makan banyaknya sih masih sama cuma nambahnya itu lho alhasil semakin banyak perut dia menampung makanan, dan dianya jadi agak gendutan. Tapi untuk keanehannya sih tetep dan sangat sangat bikin gregetan kagak tau mau diapain. Ada nih satu contoh, di WA “Jogja masih ujan?” dan di bales “udah”. Just it, jadi so aku harus gimana gitu. Kagak tau apa mungkin emang dianya lagi bener-bener sibuk jadi kagak fokus bales chatnya, atau gimana entahlah tapi hal macam seperti ini sering sering sering pake banget terjadi. Dan terlebih lagi hal yang bener-bener aku ndak suka dari dia itu, yaaa dia selalu ngasih aku kesempatan untuk memutuskan segalanya, dianya cukup ngikut apapun yang aku putuskan tapi kalau hasilnya tidak sesuai dengan ekspetasinya, gerutunya yang berkolaborasi dengan nada menyesal dan “sambat”nya itu bener-bener rasanya bikin pengen nangis, sedih, sebel, frustasi eh ndak deng, dan bingung. Kurang lebih itulah tambahan ilmu pengetahuan tentang dia.

Tapi yang jelas ada satu warning yang jangan sampe lupa yaitu jangan sebel sama dia waktu dia kelaperan yang lagi berduet dengan capek, yang ada akunya yang di sebelin balik sama dia.


I think its enough, hahahaha. Maksud udahan dulu yee, kapan-kapan lanjut lagi ngetiknya. Karena because itu that, eh bercanda mulu nih. Deeeeeeee bye bye. To be continued . . . . .

Senin, 27 Januari 2014

APA ADANYA

Kembali lagi timeline seru karna ngebahas tentang CINTA. Hehehe ini topik yaaa, never ending hot nyaaaa ^^
Kamis malam kemarin saya membahas tentang APA ADANYA bersama pasangan via akun @TweetNikah. Aseli ruamee! Semuanya berawal dari prinsip, “Terima aku Apa Adanya..” 
Ada yang setuju, ada yang tidak.. Jawabannya beragam. Akhirnya saya bahas menurut ilmu yang sudah saya dapat dari pakar pernikahan. Indra @noveldy dan tentu berdasarkan pengalaman sendiri.
Bismillahirrahmaanirrahiim…
Banyak gak di antara kita yang punya beragam janji manis sebelum menikah?
Kamu gak bisa masak gak apa-apa, aku terima kamu apa adanya…
Kamu gak bisa nyetir gak apa-apa, aku terima kamu apa adanya..
Kamu sering kerja sampai malam gak apa-apa, aku terima kamu apa adanya..
Kamu pelupa, aku terima kamu apa adanya…

Dan pemakluman lainnya yang terasa indah ketika belum menjalani pernikahan kayak apa sebenarnya.
Sebulan, dua bulan, tiga bulan, satu tahun… Mungkin akan tahan dan tetap berprinsip, “Aku terima kamu apa adanya…”
Seumur hidup??? Ya kelessss… Ya kali deh.
That’s quotes is bullshit, fellas!
Ternyata jiwa dan pikir kita gak akan segitunya tahan sama kekurangan pasangan. Pasti ada rasa kecewa, ah manusiawi sekali itu mah. Pada dasarnya setiap manusia selalu ingin dikelilingi oleh kesempurnaan versi dia. Hingga akhirnya ada bisik jiwa yang protes dengan keadaan yang ada.
Kita nikah sama pasangan seumur hidup, bro… Hanya bercinta dengan kelebihannya saja juga tidak wajar adanya. Daaaaan mencintai kekurangan dengan hanya menerima apa adanya juga bukan pilihan yang bijak.
Pernikahan adalah perjalanan kita dengan pasangan menuju kesempurnaan. Jadi yaaa jangan ngarep terima apa adanya bakal jadi prinsip sampai tua. Gak akan tahan.
Justru dengan menikah kita akan masuk dalam proses menjadi sempurna. Yang biasanya gak pernah masak jadi suka masak. Yang biasanya males gerak, jadi banyak karyanya. Dan hal lain yang membuat kita belum bisa melakukan jadi terbiasa.
Butuh proses yang luaaaamaaaa untuk menumbuhkan kebiasaan baru dalam diri kita. Berterima kasihlah pada pasangan yang selalu sabar menunggu proses itu membuahkan hasil.
Nah, kalau urusan mengubah sikap pasangan emang jangan diharapkan secara berlebihan. Udah fokus aja sama apa yang bisa kita lakukan.
Saya itu gak biasa masak sebenernya. Bisa tapi gak biasa. Jadi refleks untuk masaknya yaaa lemot aja. Awal nikah sih gak gitu kerasa. Tapi lama-lama yaa ganggu juga kalau saya gak punya jiwa masak. Masa seumur hidup harus makan di luar? Harus beli dari luar? I don’t think so.. Jadi yaaa saya juga sekuat tenaga untuk belajar membiasakan diri punya refleks nyiapin masakan. Susah banget loh itu ternyata. Sampe bikin penyesalan sendiri, kenapa gak dari duluuuu dibiasainnya.
Tapi yasudahlah.. Alhamdulillah kan abis nikah jadi tau, ngerti, dan paham kalau bisa masak dan jadi kebiasaan itu harus. Apalagi kalau udah punya anak. Gak mungkin jajan terus di luar.
Itu salahsatu contoh tentang terima aku apa adanya yang tidak bisa bertahan sepanjang usia pernikahan.

Ada yang harus diperbaiki dalam diri kita. Karena itu memang fungsinya pernikahan. Menjadikan kita sempurna dengan proses yang terjadi di dalamnya ^^

source : http://achiisurachii.wordpress.com/2013/12/08/apa-adanya/