My
Future Husband
Juni, Juli, Agustus,
September, Oktober, dan “November”. Kelihatan sih masih lumayan lama, tapi tapi
tapi times fly so fast. Enam bulan itu setengah tahun, eh maksudnya enam bulan
itu keitung cepet banget buat nyiapin perkakas ini itu dan sanak saudaranya,
tapi yang terpenting kebutuhan pokoknya udah kepegang dulu. And you know lah
kalimat pembuka ini merujuk tentang apa. Yup, and now I will tell you about my
lovely future husband yang akan jadi suamiku beneran kurang lebih enam bulan
lagi.
Dia punya nama Agus Tri
Setyo Wicaksono. Di lihat dari namanya jangan mengira dia lahir bulan Agustus.
Bukan, dia bukan kelahiran bulan Agustus kok, tapi kelahiran bulan Mei, 25
tahun silam.
Orangnya gimana yaaa,
ehmm dia punya perut yang elastis, bisa menampung berbagai macam makanan dalam sekali
waktu, tapi mungkin juga di perutnya sedang memelihara hewan naga kali yaa,
makan sebanyak apapun tetep kurus kurus aja badannya yaa cuma perutnya doang
yang offside sih. Dia suka badminton malam-malam. Suka banget sama yang namanya
kaget. Apa lagi yaa? Aku masih belum banyak tahu tentang dia, but as soon as
juga bakalan tau kebiasaan dia sehari-hari.
Dulu kami melewati masa
perkenalan cuma sekitar kurang lebih satu bulan, dengan sedikit kesan
perkenalan awal yang tidak pas waktunya. Lalu kami memutuskan untuk menjalin
relationship without long distance. Ngomong-ngomong awal mula aku tertarik
padanya karena dia itu agak sedikit berbeda dengan laki-laki lain. Bukannya
ingin mengenal lebih jauh tentang wanita yang di dekatinya, dianya malah asik
dan bangga bercerita dari Sabang sampai Merauke tentang kegiatan
perkuliahannya, tentang pengalaman-pengalaman penelitiannya dan sejenis
cerita-cerita macam itu lah. Meskipun aku nggak begitu paham, efek dari akunya
yang kurang aktif dalam dunia perkuliahan dulu tapi entah kenapa seneng aja denger
dia cerita ngalor ngidul seperti itu. Ekspresinya itu lho yang bikin gemes
gregetan gimana gitu.
Then, enam bulan
kemudian lebih tepatnya bulan Maret lalu diikatlah hubungan kami dengan
disaksikan kedua pihak keluarga untuk menuju ke ikatan yang paling resmi nan
halal. Ternyata di tembak sama Bapaknya itu lebih bikin senam jantung dibanding
sama anaknya dulu. Statusnya naik satu tingkat dari kata pacar menjadi husband
and wife to be. Cepet? Iya memang, kalau lebih cepat lebih baik ngapain juga
diperlama.
Bytheway, anyway,
busway, sekarang kalau lihat orang menikah jadi deg-deg an. Iyalah deg-deg an, gimana
nggak deg-deg an lha orang hidup kok, kalau nggak deg-deg an kan gawat. Tapi
dibalik itu semua lebih dari rasa kecemasan yang timbul, aku pribadi sih
merasakan demikian, entahlah kalau dia gimana. Rasa cemas tentang bagaimana
acaranya besok, apakah lancar sesuai dengan yang direncanakan. Tapi tapi tapi sebagian
rasa cemas yang muncul tentang bagaimana kehidupan setelah pernikahan itu
sendiri. Banyak sekali pertanyaan dan kekhawatiran, itu dikarenakan aku
sebelumnya belum pernah menikah, hahaha. Hanya saja lebih sering dapat cerita
tentang kehidupan pasca menikah. Banyak yang bilang bahwa kehidupannya tidak
mudah, berat, dan nggak seenak yang dibayangkan. But I wanna try and do it.
Kalo kata bang Kariz,
salah satu penulis favoritku, “Beritahu aku bila salah, tuntun aku menjadi
benar. Jangan pergi, tetaplah di sini, lalu mari kita sama-sama belajar lagi.”
Intinya mengarungi bahtera rumah tangga yang kata orang ribet kalau cari yang sederhana
itu yaa rumah makan hahaha, yaaa harus dilandasi rasa yang legowo, legowo untuk
tidak egois, legowo untuk mengerti pasangan, dan legowo untuk belajar
bersama-sama. Karena because itu that, hahaha bercanda, karena tidak ada
sekolah atau tempat kursus untuk mengurus rumah tangga yang ideal dan menjadi
suami-istri yang baik.
To be continued.
Ah ternyata aku
meninggalkan ketikan ini beberapa bulan yang lalu dikarenakan entahlah yang
jelas jadi seksi sibuk dan ada aja yang harus dikerjakan sampai ketikan ini
terbengkalai, ah lebay.
Ehmm ndak terasa
sekarang udah berada di titik awal bulan november, dan semoga menjadi OUR
LOVEMBER, di aamiin in yaaa.
BeTeWeh omong-omong
tentang persiapan selama kurang lebih enam bulan belakangan ini, ada aja
hal-hal yang tidak sesuai dengan ekspetasi yang sangat sangat berhasil membuat
kepala pening dan tak lewat juga buat nangis karena rasanya benar-benar capek
dan tertekan. Dari dia yang dipindah kerjakan di Jogja, dari hal-hal sepele
yang jadi masalah kaya undangan yang masih ada salah pengetikan berbeda dengan
revisi terakhir, dari kain seragaman yang lunturlah yang kuranglah jadi harus
pesen lagi, dari poto ala ala prewedd yang lumayan bikin runyem juga, dari rias
make up yang kurang bikin srek tapi aku ya sudahlah pasrah masalah rias ini mau
di oret-oret model gimana yang jelas ndak mungkin berubah cantik bak Mbak Dian
Sastro, dari cincin kawin yang ganti lagi untuk berubah wujud tapi tetep aja
tidak sesuai dengan ekspetasi dia, dan masih buanyak rentetan hal-hal yang sebenarnya
sepele tetapi cukup menyita tenaga buat berdebat. Mintaku cuma satu, semoga
sampai harinya nanti dilancarkan dan dimudahkan semuanya ya Allah. Dan diambil
positif nya aja mungkin kurang lebih seperti inilah kelak rasa rumah tangga
itu. Ada pahit-pahitnya gitu.
Semakin kesini semakin
mengenal sosok calon idaman imamku ini. Makan banyaknya sih masih sama cuma
nambahnya itu lho alhasil semakin banyak perut dia menampung makanan, dan
dianya jadi agak gendutan. Tapi untuk keanehannya sih tetep dan sangat sangat
bikin gregetan kagak tau mau diapain. Ada nih satu contoh, di WA “Jogja masih
ujan?” dan di bales “udah”. Just it, jadi so aku harus gimana gitu. Kagak tau
apa mungkin emang dianya lagi bener-bener sibuk jadi kagak fokus bales chatnya,
atau gimana entahlah tapi hal macam seperti ini sering sering sering pake
banget terjadi. Dan terlebih lagi hal yang bener-bener aku ndak suka dari dia
itu, yaaa dia selalu ngasih aku kesempatan untuk memutuskan segalanya, dianya
cukup ngikut apapun yang aku putuskan tapi kalau hasilnya tidak sesuai dengan
ekspetasinya, gerutunya yang berkolaborasi dengan nada menyesal dan “sambat”nya
itu bener-bener rasanya bikin pengen nangis, sedih, sebel, frustasi eh ndak
deng, dan bingung. Kurang lebih itulah tambahan ilmu pengetahuan tentang dia.
Tapi yang jelas ada
satu warning yang jangan sampe lupa yaitu jangan sebel sama dia waktu dia
kelaperan yang lagi berduet dengan capek, yang ada akunya yang di sebelin balik
sama dia.
I think its enough,
hahahaha. Maksud udahan dulu yee, kapan-kapan lanjut lagi ngetiknya. Karena
because itu that, eh bercanda mulu nih. Deeeeeeee bye bye. To be continued . .
. . .