Kepada senyawaku..
Hai sayang, saat kau membaca surat ini. Ya, tentu saja aku sudah
bersamamu. Membuatkanmu kopi tiap pagi, menyiapkan sarapan dan merapikan
bajumu dan segala tindakan menyenangkan lain.
Tahukah kamu, saat ini apa yang aku rasakan? Ya.. Saat ini aku memang
sedang berada di sebuah jalan bernama penantian. Menanti kita berjumpa
di sebuah persimpangan dan lalu menempuh jalan yang sama hingga merenta
dan menutup usia.
Aku di saat ini belum tahu seperti apa rupamu, apakah kau mancung,
pesek dll. Tapi yang jelas, ketika kau membaca ini, sungguh aku tak
peduli. Hidungmu ~ nafas yang keluar dari situ sudah menjadi bagian dari
nyawaku.
Aku di saat ini mungkin belum tahu jelas bagaimana suaramu, tapi aku
yakin saat kaubaca surat ini. Suaramu adalah nada terindah yang kuingin
selalu tertiup di telingaku.
Aku di saat ini mungkin belum tau bagaimana bentuk matamu, tapi aku
yakin saat kaubaca ini. Matamu adalah pancaran sinar, yang menerangkan
setiap langkahku.
Oh, kekasih hati sampai mati.
Saat aku menulis ini, aku memang masih sendiri, tapi tak mengapa. Aku
menikmati masa ini, karena akan ada ribuan hari yang akan kujalani
dengan tak sendiri nanti. Ya, bersamamu tentunya. Sedetik kutunggu,
selangkah kau mendatangiku. Bersamaan itu, kusiapkan hati agar kau tahu.
Aku selalu menjaganya hati-hati. Untukmu.
Saat kau membaca ini. Kau, satu-satunya yang kutunggu. Terima kasih
atas segala waktu yang terlewati. Aku mencintaimu, dari dulu, kini, dan
nanti.
Salam sayang, dariku kini. Senyawamu, bertahun tahun lalu.
NB: Selesai kau baca ini, ciumlah aku :)
#SADGENIC - Rahne Putri :)
1 komentar:
nice post nem.. :)
Posting Komentar