Lebih suka diam di banding dengan
banyak omong itulah aku. Tumbuh di lingkungan keluarga yang sempurna, semua
serba bercukupan, ada Ibu, Ayah dan seorang adik perempuan itu semua adalah
hadiah terindah yang pernah aku dapat dan hadiah terhebat yang pernah aku punya.
Tepat saat usiaku menginjak angka
5 dan memulai dunia pendidikanku dengan bersekolah TK, yang hanya cukup duduk
di bangku taman kanak-kanak selama 1 tahun.
Karena, mungkin aku sudah dianggap layak untuk melanjutkan ke tingkat
yang lebih tinggi, yaitu Sekolah Dasar.
Masa kanakku seperti halnya
dengan anak-anak seusiaku. Hanya bermain, bermain dan bermain. Dan di saat
anak-anak, aku terbilang cukup mempunyai banyak teman di lingkungan rumahku.
Karena pada saat itu, di daerah rumahku, anak yang kurang lebih seusiaku cukup
banyak, dan mereka juga sangat senang bermain, seperti aku. Aku terbilang anak
yang cukup aktif, mungkin karena terlalu aktif aku harus sempat merelakan tangan kiriku patah.
Dan itu rasanya tidak cukup sakit, hanya saja waktu penyembuhannya yang sangat
teramat sakit.
Sewaktu duduk di bangku Sekolah
Dasar, aku juga bukan termasuk gadis yang pendiam ataupun gadis yang
hiperaktif. Mungkin aku di antaranya. Aku termasuk murid yang cukup rajin, aku tahu
cara membagi ekspresi, waktu serius aku pun juga serius, dan waktu santai aku
pun juga bisa santai. Seiring dengan waktu, aku tumbuh sebagai gadis kecil
Mamaku yang lucu dan manis (mungkin). Prestasiku termasuk baik, dan tidak
mengecewakan. Hanya saja, semakin aku tumbuh, jiwa pendiamku mulai muncul dan
menampakan diri. It was so bad and I didn’t like it.
Aku telah menamatkan bangku
Sekolah Dasarku dengan nilai yang sangat memuaskan. Dan melanjutkan
pendidikanku dibangku Sekolah Menengah Pertama, inilah awal ceritaku menjadi
seorang gadis pendiam. Sebenarnya, tak ada faktor khusus yang menuntutku
menjadi gadis yang pendiam. Hanya saja, kalau nggak salah ingat, aku diam pada
saat aku tak mengenal sekelilingku dan pada saat aku tak tahu harus berbicara
apa untuk memulai sebuah pembicaraan. Mungkin hal yang paling tidak ku sukai
adalah SKSD terhadap orang baru. Dan mungkin sifatku yang teramat cuek pada
sekelilingku. Mulai situ penyakit
pendiamku semakin tumbuh berkembang, hahahaha.
Meskipun aku membencinya, tapi aku menikmatnya.
Aku hanya dapat berbagi
kecerewetanku dan perhatianku terhadap teman yang cukup dekat mengenalku. Aku
termasuk anak yang fleksibel, bisa berteman dengan siapa saja yang ingin
berteman denganku, tentu saja. Bila sedang bersama teman-teman dekatku, aku
bisa lebih ekspresif dan menjadi anak yang hiperaktif (terkadang). Bahkan, aku
dapat menghidupkan suasana dengan semua ocehanku, kalau saja mood ku saat sedang bersahabat.
Dan sifatku yang seperti itu
berlanjut ke jenjang aku memasuki dunia perkuliahan. Hanya bisa membagi candaan
bersama teman yang ku kenal dekat. Bukan teman yang sekedar kenal, yang hanya
tau nama tanpa interaksi yang intensif. Mungkin orang yang belum mengenalku
dengan baik, aku sangat terlihat sombong, judes, nggak mau bergaul dan anak
yang amat pendiam. Tapi itu akan berkebalikan 180 derajat jika sudah mengenalku
dengan baik.
Namun, di lingkungan keluarga
besar, aku termasuk cucu, keponakan, anak, dan sepupu yang pendiam. Anak yang
nggak bisa ngomong untuk mengeluarkan pendapat, ya bisa dibilang anak untul bawang. Anak yang tak banyak
ngomong, jika nggak ditanya terlebih dulu. Tak banyak protes jika benar-benar
tidak kepepet. Anak yang tak banyak tingkah. Hingga kakak sepupuku menjuluki
aku, undlap-undlup. Benar-benar anak
yang belum terkontaminasi dunia luar yang begitu mengerikan. Dunia pergaulan
anak sekarang yang sangat memprihatinkan.
Mungkin, jika aku dibandingkan
dengan anak SMP atau SMA jaman sekarang, aku teramat jauh tertinggal dalam
pergaulan. Aku akan dikatakan sebagai anak UDIK. That’s no matter for me, but I
love my way, my style and my identity. Intinya, I’m so proud of who I am.
0 komentar:
Posting Komentar