Minggu, 17 April 2011

KAU

Masa lalu yang kembali hadir di masa sekarang ???

Bagai teka-teki yang tak akan terpecahkan oleh satu jawaban logis atas apa yang pernah ku buat pada masa lalu. Suatu kesalahan terbodoh yang pernah kubuat. Mungkin kalau di cari jawaban dengan menarik kesimpulan setelah ku rentetkan seluruh kejadian, semua yang ku alami sekarang bagai sebuah kesempatan. Kesempatan yang tak semua bisa merasakannya. Dan ini awal mula permasalahan di mulai.

Ku jalin hubungan dengannya, “Dewa. .” biasa kupanggil. Hubungan kami berjalan mulus bak jalan tol. Tak ada jalan berlobang maupun kerikil yang menghiasi. Dia juga sangat sayang padaku. Tapi bukan berarti itu menjamin semuanya menjadi awet atau lebih familiar disebut langgeng. Entah kenapa diriku mulai dilanda penyakit jenuh, jenuh dengan rasa cemburunya, semua tuntutannya. Ku ingin menjalani suatu hubungan yang berbeda. Mulai terbesit di benakku untuk ngelaba. Menduakan cintanya. Apalagi setelah masuk makhluk yang sejenis dengan Dewa dalam segi “vocal” itu dalam kehidupanku.

“Ben. .” kata pertama yang terucap ketika kami berkenalan.

Kami ditemukan oleh sahabat lamaku. Bertemu Ben bagaikan obat kejenuhanku. Apalagi saat itu aku juga dalam selisih faham dengan Dewa. Waktu bersama Ben duniaku bagai tanpa beban, masalah dan semua tentang Dewa, aku hide dengan sempurna. Di sisi lain, di ruang kosong dalam pikiranku, aku mulai sibuk mencari berjuta-juta alasan yang tepat dan pas yang nantinya akan kujelaskan pada Dewa. Dan masih terlintas untuk mendua.

“Semua keputusan ada di tanganmu. Pilih mana yang bisa membuatmu bahagia” Kata seorang teman padaku ketika aku sedikit banyak bercerita tentang masalah yang melandaku.

Semua ku kira dapat berjalan dengan lancar awalnya. Di sisi lain ku jalani hubungan tak berstatus bersama Ben, dan di sisi lainnya pula ku jalankan sandiwaraku dengan sempurna bersama Dewa agar hubunganku selama ini yang ku rajut bersamanya tak terbengkalai begitu saja. Tetap ku jaga hatinya dengan menutupi semua perubahanku dari Dewa. Dan tampaknya pula Dewa tidak merasakan adanya perubahan, atau mungkin memang perasaanku saja. Tapi itu semua tak sejalan dengan rencanaku, sampai akhirnya. . .

“Olla. .?” nama yang tercantum dalam akta kelahiranku, sekali lagi “La. .?” Ben memanggil sambil menyenggol lenganku.

“Eh. . .” lamunanku membuyar seketika, “Apa Ben ?” ku sunggingkan senyum kecilku.

“La. . maukah kau jadikanku kekasih hatimu ?” tanya Ben sungguh-sungguh sambil menggenggam kedua telapak tanganku.

Aku terdiam, tak dapat satu pun kata yang terucap dari bibirku. Kaget. Tak percaya. Bingung. Begitu yang dapat ku rasakan saat itu juga. Dan aku masih terdiam membisu.

“La . . .gimana jawabannya ?” harap Ben cemas “Mau atau tidak. .?” masih menggigit bibir bawahnya.

“Tapi. . . . .”ku gantungkan ucapanku, opss, , seketika terlintas bayangan seorang Dewa di benakku.

“Tapi apa?” tanya Ben penasaran.

“Nggak apa-apa kok. Beri aku sedikit waktu ya Ben untuk menjawab pertanyaanmu itu.” Ku sembunyikan semua rasa gelisahku.

Apa yang harus ku pilih diantara dua pilihan yang sulit. Bersama Ben aku bisa tertawa lepas dan aku merasa nyaman. Tapi Dewa ? aku sayang dia. Dia sudah banyak mengajariku arti kedewasaan meskipun aku setengah hati menerimanya. Oh GOD, apa yang harus ku pilih ?? Aku nggak mau kehilangan dua-duanya.

“Wa, please putuskan aku !!” entah setan apa yang merasuki diriku sampai-sampainya kalimat itu terucap lewat bibirku ini.

“Kenapa ?”

“Putuskan aku ! !” air yang di pelupuk mataku akhirnya jebol juga dari pertahanan. Berat rasanya mengeluarkan kata itu. Hati ini bagai menentang.

“Baiklah, kalau itu maumu.” Menghela nafas seakan tak rela.

Ku tinggalkan Dewa. Masa lalu yang terbuang tanpa harus ada alasan yang ku tuturkan. Maafkan aku Dewa. Mungkin ini semua nggak adil bagimu. Tapi aku nggak punya pilihan lain waktu itu. Sempat terlintas dipiranku “Apa sih yang aku pikirin tentang cinta, umurku toh juga baru 17 tahun, aku masih pengin seneng-seneng.”

“Ya. .aku mau terima kamu.” Menjawab pertanyaan Ben yang sempat ku gantung.

Ku serahkan semua pada Ben. Rasa sayangku. Perhatianku. Waktuku. Dan ku nikmati status baruku, menjadi ceweknya Ben seorang. Tak ada yang lain. Sedikit demi sedikit namun pasti memori tentang Dewa ku delete hampir sempurna. Tapi ada sedikit rasa mengganjal di hati, namun tak ku hiraukan.

Aku bagai mendapat keluarga baru saat ku bersama Ben, yang tak pernah ku dapatkan bersama Dewa. Papa, Mama, bahkan Kakak dan Adik sekaligus. Semakin mantaplah ku jalani hubungan ini. Tapi banyak juga air mata yang harus ku keluarkan untuk seorang Ben. Atau jangan-jangan aku mulai terobsesi dengan sosok Ben.

Diselang menjalani hubunganku bersama Ben, aku juga masih menjaga komunikasiku dengan Dewa. Meskipun aku nggak tau apa yang dirasakan Dewa pada saat itu. Marah? Sebel? atau Benci pada diriku?hmmm. . . entah apa, aku nggak tau, atau mungkin diriku memang nggak mau tau soal itu.

Disaat aku ada masalah dengan Ben, pada Dewalah tempatku untuk mencurahkan seluruh isi hatiku. Semua uneg-unegku. Dan rasa bersalahku pun timbul, saat ku tatap mata Dewa. Dia begitu setia mendengar setiap kata yang keluar dari mulutku. Tapi mau dikata apa lagi. Semua sudah berlalu dengan kemenangan dari keegoisan seorang Olla. Ya . .hanya keegoisan seorang Olla.

“La. .perlu kamu tau, sampai kapanpun aku akan tetap sayang kamu.” Kata Dewa sambil lalu.

Please Wa, jangan bilang gitu lagi, kataku dalam hati dan ku yakin Dewa tak dapat mendengarnya. Hanya dapat kutunjukan pada Dewa sebuah simpulan senyuman kecil.

Masalahku bersama Ben, semakin hari semakin memburuk. Meskipun sudah ku coba untuk mempertahankannya. Aku nggak mau gagal lagi. Tapi toh, akhirnya Ben melepaskanku juga. Tak ada gunanya semua usahaku selama ini. Sia-sia. Ben melepaskanku dengan cara yang sama persis saat aku melepaskan Dewa. Tanpa ada sebuah kejelasaan yang terucap.

Apa ini yang dinamakan hukum karma? Apakah ini hukuman bagi orang yang memainkan perasaan sesorang. Aku nggak tau. Aku NGGAK TAUUU. . . ! ! !

Dan satu-satu orang yang dapat menenangkan aku saat itu, hanya Dewa. Dewalah yang selalu ada di saat aku butuh. Dewalah yang selalu mendengarkan semua keluh kesahku. Apakah ini pantas aku terima dari seorang Dewa, setelah semua yang kulakukan nggak adil baginya. Sampai terucap pertanyaan dari mulut Dewa, yang membuatku sadar betapa bodoh dan egoisnya diriku saat itu.

“La, maukah kau kembali disisiku ?”

Aku hanya mengangguk. Nggak ada satu kata pun yang dapat keluar dari mulutku. Hanya terlintas di pikiran Apakah aku pantas mendapatkan kesempatan ini ?

Dan sekarang dia nyata, nyata yang tampak terlihat jelas di mataku. Terpegang, terasa, terlihat. Bukan sebuah mimpi atau angan-angan semata. Kehadirannya bukan lagi sebagai kabut, yang dapat dihirup namun tak bisa di genggam. Aku akan menebus semua kesalahanku selama ini. Mungkin hanya itu yang dapat ku berikan pada DEWA. Semua rasa cintaku.









Hhanna , 22 Agustus 2010 ^___^

0 komentar:

Posting Komentar