Air yang menyeruak dari mata terus saja mengalir ke pipiku yang mulai memanas, ketika aku mulai membuka dan melihat kembali semua kenangan yang menjadi saksi perjalanan dan kebersamaanku dengan Yudhis. Hari demi hari,ketika Yudhis mengucapkan cintanya padaku dan ketika aku habiskan hari-hariku bersama Yudhis di akhir hidupnya.
* * *
“Hayoo. . .ngelamunin apa sih, kok kayanya serius amat, ikutan dong.“ Icha, sahabatku, dengan sangat sukses membuyarkan semua lamunanku.
“Eh. . .siapa juga yang ngelamun. Kamu ini datang nggak bilang-bilang sih, bikin kaget saja.”
“Kalau enggak ngelamun, terus namanya apa coba? Kamu juga pake acara kaget segala gitu” goda Icha “Ah, sudah lupakan, masih ada hal yang lebih penting lagi”
“Emang ada apa lagi toh Icha, temenku sayaang?”
“Temenin aku yuk, aku mau ketemuan sama cowok nih, mau ya Key, pliiisss” dengan tampang memohon khas Icha yang nggak bisa ku jawab tidak.
Inilah awal aku bertemu dengan sosok Yudhis.
“Hai, udah lama nunggu ya?” kata cowok berkulit coklat dengan tampang yang manis, ,hmmmm menurut pandanganku.
“Eh,, Yudhis sini, duduk sini. Nggak lama kok. Yudhis kenalin ini Key, Key ini Yudhis.” kata Icha sambil mengkerdipkan sebelah matanya ke arahku.
“Hai. . .” sapaku malu-malu.
Ternyata pertemuanku dengan Yudhis adalah akal-akalan si Icha saja. Dengan sengaja memperkenalkanku dengan sosok Yudhis. Oh My GOD, , Ichaaaaa !!!!
* * *
Sejak pertemuan saat itu, aku dan Yudhis semakin dekat, dekat dan sangat dekat. Yudhis yang tidak pernah absen mengantarkanku pulang sekolah, meskipun aku butuh waktu beberapa menit untuk menunggu Yudhis. Ya. . .itu dikarenakan jarak antara sekolahku dan sekolahnya cukup jauh.
Ternyata sosok Yudhis jauh lebih mengasyikkan dibandingkan dengan penampilannya dari luar. Dia bagaikan pangeran berkuda putihku.
Dan kami pun telah meresmikan hubungan kami sebagai sepasang kekasih. Yudhis menyatakan cintanya tidak menggunakan sebuket bunga mawar merah atau dengan sekotak coklat bahkan yang serba pink. Dia hanya menggunakan seribu lilin, ya hanya seribu lilin seperti impianku selama ini, dan itupun cukup membuat pipiku memerah.
Yudhis sangat menyayangiku dan begitu juga aku yang sangat menyayangi dirinya. Rasa sayang Yudhis dapat kulihat pada saat dia berantem dengan anak kuliahan yang sangat kurang sopan terhadapku.
“ Oh. . .kamu rupanya !!!! Tau nggak yang selama ini SMS-an dengan kamu itu aku. Aku cowoknya Key, ,kamu itu jadi cowok kurang ajar banget,,NGERTI ENGGAK ?? “ suara Yudhis bergetar hebat karena menahan amarah.
Dan bruuuukkkk. . . .
Sebuah helm berhasil mendarat dengan mulus di kepala anak kuliahan itu, tanpa ada sedikitpun perlawanan darinya. Dan darah segar mengalir tepat dikepalanya.
Untuk pertama kalinya aku melihat dengan mata kepalaku sendiri, Yudhis benar-benar kalap dengan wajah yang penuh amarah.
“Uddaaaahhh. . .”kataku setengah berteriak dan menangis. Aku ngeri melihat kejadian itu dan sangat cepat sudah banyak warga yang datang untuk melerai mereka.
Akibat kejadian itu, Yudhis sempat diamankan di kantor polisi. Tapi akhirnya dia di bebaskan.
Dan ada kejadian lagi yang dapat aku simpulkan bahwa Yudhis benar-benar sayang aku.
Hari itu tepat umurku bertambah satu tahun dan tepat juga umurku menjadi 17 tahun, umur yang banyak di tunggu-tunggu oleh kaum hawa. Berbagai ucapan dari orang-orang yang ku sayangi datang menghujaniku. Tapi satu ucapan yang aku tunggu-tunggu tak kunjung datang, ya ucapan dari Yudhis.
“ihh. .nyebelin banget sih. Apa dia lupa bahwa hari ini ulang tahunku?”
“Sabar sayang, mungkin dia lagi sibuk. Jadi belum sempat ngucapin.” Mama berusaha menenangkan diriku.
Tapi sampai malam tiba kata yang aku tunggu-tunggu itu pun tak kunjung datang. Bahkan kabar dari dia juga nggak ada. Aku pun mencoba untuk menghubungi dia dan hasilnya NOL BESSAAAARRR!!!!
“Cukup sudah kesabaranku kali ini.” gerutuku di kamar dengan mata yang terus tertuju pada handphone kesayanganku.
Dan tiba-tiba. . .
Tok..tok..tok..
Pintu kamarku serasa di ketuk. . .
“Siapa ?” teriakku
“Ini Mama sayang, boleh masuk?” tanya mama halus
“Masuk aja Ma, nggak di kunci kok”
Seketika Mama masuk, duduk disebelahku dan mengusap halus rambutku.
“Ih anak Mama yang cantik kok jadi jelek gini sih?” goda Mama
“Ah Mama, aku lagi sebel nih Ma.”
“Udah, sebelnya di tunda dulu sekarang siap-siap gih, dandan yang cantik ya sayang.”
“Lho Ma ??” tanyaku bingung
“Udah, nurut aja apa kata Mama. Mama tunggu di bawah, nggak pakai lama ya sayang?” Mama mengkerdipkan sebelah matanya.
Mama sudah menghilag dibalik pintu kamarku. Dan aku pun berdiri dengan malas-malasan menuruti semua perintah Mama. Tak perlu waktu lama, aku pun sudah siap dan rapi, meskipun dihatiku paling dalam masih ada rasa penasaran. Aku pun berjalan menuruni anak tangga satu persatu, dan tepat pada anak tangga terakhir,aku melihat seluruh keluargaku berkumpul dan membuatku kaget.
“Udah siap?” tanya Mama
“Siap Ma, tapi. . .??”
“Udah Kak, ayo berangkat” sergah adik sepupuku sambil menggeret jemariku.
Di tengah pejalanan, pikiranku tak henti-hentinya menebak akan kearah mana mobil ini akan berhenti. Tak butuh waktu lama, mobil pun berhenti tepat di resto yang. . . ehhmmm terukur terlalu romantis buat acara keluarga.
Dan suasana romantis itu pun telah dihadirkan sebelum pintu masuk resto, dengan hiasan obor di tiap sudutnya, tak ada satupun lampu yang digunakan untuk menerangi resto tersebut. Terdengar pula alunan musik dengan di iringi petikan gitar akustik yang terdengar sangat lembut di telinga, tetapi tidak cuma petikan gitar yang terdengar aku juga mendengar suara meskipun lamat-lamat, lambat laun suara itu semakin terdengar sangat jelas, jelas dan jelas, tapi tunggu sebentar. . .aku mengenali suara lembut dan khas tersebut. Itu suara Yudhis,, ya benar suara Yudhis, dan aku yakin itu, untuk lebih meyakinkan lagi aku mengikuti suara itu berasal.
Dan WOW. . .
Mataku seketika langsung berbinar-binar, tertanya dugaanku benar, itu suara Yudhis, yang sedang menyanyikan lagu kesukaanku, terdengar lebih bagus dan romantis dengan diiringi gitar akustiknya. Dan tak jauh dari situ, ada semua sahabat-sahabatku yang tersenyum jail kepadaku dengan sebuah kue kecil dan lilin berangka 17 di atasnya.
Aku masih berdiri terpaku melihat Yudhis bernyanyi. Uhh. . .romantis banget dan ini semua merupakan kado terindah yang pernah ku dapatkan. Benar-benar indah, dengan semua orang yang aku sayangi berkumpul, dan aku bagaikan cewek yang paling beruntung di dunia ini.
Di depan seluruh keluarga dan sahabat-sahabatku, Yudhis memberanikan diri untuk memberiku sebuah cincin sederhana dan sekotak bingkisan yang berisi sebuah sweater yang sangat lucu. Dan ditambah Yudhis mencium keningku. Itu semua adalah kado yang tak pernah tergantikan oleh apapun. Aku semakin sayang Yudhis.
“Aku sayang kamu, Key. Jangan pernah tinggalin aku ya?” bisik Yudhis lembut di telingaku.
Aku hanya sanggup mengangguk dan meneteskan air bening hangat ke pipiku yang memerah.
* * *
Dan pipiku semakin terasa panas dan air mata yang tak dapat dibendung lagi di pelupuk mata, ketika teringat masa-masa itu, ditambah lagi dengan foto-foto yang ada di genggamanku sekarang. Andai aku sedang bermimpi, aku berharap bertemu kamu, Yudhis, dan aku tak mau membuka mataku untuk mengakhiri semua mimpi indahku bersama kamu. Aku ingin bersamamu.
“Aku kangen kamu, sangat kangeeen kamu, Yudhis.” isakku sambil menatap foto Yudhis. “Aku ingin kamu kembali, aku ingin kamu disini, disisiku dan menemaniku. Aku kangen kamu.” kataku setengah teriak menahan rasa sakit di dada.
Di luar hujan pun masih setia menemaniku, dan itu membuat perasaanku tak karuan. Rasa penyesalan. Rasa bersalah. Rasa kangen. Rasa sakit, bercampur menjadi satu. Tangisku semakin menjadi. Dan aku tahu apapun yang ku lakukan itu tidak dapat membuat Yudhis kembali. Sia-sia.
* * *
Pagi yang cerah ditandai dengan kicauan burung yang saling bersautan, dan sinar matahari dengan nakal memasuki kamarku melewati celah-celah jendela kamarku. Ku buka mata dengan sangat malasnya dan ku rasakan badanku sangat lelah. Aku baru sadar kalau tadi malam aku dapat memejamkan mata hampir lewat tangah malam.
“Pagi bidadari Mama yang suka tidur.” menghampiriku dan mencium keningku.
“Pagi juga Ma.”
“Kamu ingat hari ini tanggal berapa Key?” kata Mama sambil sibuk membuka korden jendela kamarku.
“Emmmmm. . .”
“Emmmm?” Mama mengerutkan kening.
Aku tersentak, tanggal ini tepat satu tahun Yudhis meninggalkan diriku untuk waktu yang sangat lama sekali bahkan untuk selama-lamannya, meskipun kadang aku menyangkal hal itu.
“Ingat Ma.” kataku lemas
Aku terdiam dan kembali teringat kejadian satu tahun yang lalu, beberapa hari sebelum. . . .ya sungguh diriku ingin melupakan kejadian itu karena hanya akan menimbulkan luka lama yang sulit untuk di sembuhkan dan rasa sesalku yang teramat dalam.
Tepatnya . . .
Pagi ini agak mendung, dan aku merasa sangat bosan sendirian di rumah, ya seperti hari-hari sebelumnya. Aku ingin keluar rumah untuk sekedar jalan-jalan dan satu-satunya jalan terahkir buat mengabulkan semua keinginanku adalah Yudhis. Dan akhirnya HPku sudah tersambung dengan telepon rumah Yudhis.
“Halo. .selamat pagi, ada yang bisa saya bantu?” kata seorang perempuan tengah baya di seberang sana.
“Pagi, ini bibi Ijah ya? Ini Key, Bi. Yudhisnya ada?”
“Owalah non Key. . Mas Yudhisnya ada tuh non, Bibi panggilin sebentar ya non.”
“Makasih, Bi.”
Tak lama kemudian. . .
“Halo, Key. Ada apa Honeyku?” tanya Yudhis dangan nada bicara yang sangat familier di telingaku.
“Jalan-jalan yuk, Beib. Bosen nih dirumah.” pintaku
“Sekarang? Oke deh, tunggu 30 menit ya?”
“Ehmmm, Siiip !! Makasih ya sayang.”
Dan tut. .tut. .tut. . Sambungan telepon akhirnya terputus.
Inilah yang membuat aku tambah sayang Yudhis, dia selalu ada buatku. Di saat aku sangat membutuhkannya.
Ternyata, kali ini dia on time, bahkan tak sampai 30 menit, dia sudah berada di depan rumah. Sesegara mungkin aku berlari keluar untuk menyambutnya. Aku tersenyum kepadanya, dia membalas dengan senyuman kecil dan memunculkan lesung pipi di kedua pipinya.
“Tumben datang lebih awal?” tanyaku heran, nggak seperti biasanya Yudhis on time, bahkan lebih awal.
“Pengen aja, ayo cepat naik.”
“Eiittss. .eehhmm, tumben juga dandan lebih rapi dan serba putih gini?” sambil mengkerlingkan mataku.
“Iihh. .cerewet banget sih cewekku satu ini, mau naik atau tetap mau komentar nih?”
“Yeee. .kan cuma tanya, tumben-tumben aja kamu gini.”
Aku pun segera naik duduk di belakang Yudhis dan memeluk pinggangnya.
“Mau kemana nih Nona bawel?” goda Yudhis.
“Terserah deh, kemana aja. Yang penting sama kamu.”
“Kalau gitu ke kebun teh aja ya sayang, udah lama aku nggak kesana.” Dan aku hanya membalas dengan satu anggukan.
Di perjalanan, kami hanya diam dengan pikiran masing-masing, tapi tak lama Yudhis pun memulai percakapan dengan nada serius memecahkan keheningan diantara kami.
“Key, aku sayang kamu. Sayang banget. Bila aku nggak ada, kamu janji ya, jaga diri baik-baik.”
“Kamu ngomong apa sih, aku juga sayang kamu kok.”
“Makasih ya, Key.”
Dan aku memeluk pinggang Yudhis lebih erat lagi dan tangan Yudhis membalasnya dengan mengelus lembut tanganku. Lalu tiba-tiba ada seseorang melintas depan kami. Lalu. . .
DUUUAAAARRR. . . .!!! Di iringi bunyi dencitan yang sangat mempekakkan telinga, dan terdengar pula suara hantaman antara logam yang baradu dengan tulang dan daging yang menghantam kerasnya jalanan aspal.
Aku merasakan tubuhku melayang dan tiba-tiba hanya gelap. Gelap tak ada setitikpun cahaya yang terlihat. Aku nggak tahu tempat apa itu.
Ku buka kedua kelopak mataku, dan aku melihat Mama tertidur di sofa. Tapi aku yakin, ini bukan ruang tidurku. Aku merasakan kepalaku pusing dan semua tubuhku sakit. Lalu ku coba mengingat-ingat kembali apa yang terjadi, tapi semuanya nihil. Yang aku ingat hanya bayangan hitam. Semakin aku berusaha mengingat, semakin pusing yang ku rasakan.
“Kamu sudah sadar sayang?” kata Mama. Dengan cepat Mama menghampiri ranjangku.
“Ma, aku haus.” kataku lirih. Ku lihat Mama meneteskan air mata.
“Kamu belum boleh minum sayang.” sambil membelai rambutku. “Bentar ya sayang Mama panggil dokter dulu.”
Tak lama dokterpun datang dan memeriksa keadaanku. Setelah itu Mama tampak serius berbincang-bincang dengan dokter. Dan seketika aku teringat sosok Yudhis. Yaa, , Yudhis. Dia sekarang dimana?? Aku kembali teringat kejadian terakhir bersama Yudhis.
“Maaaa. . .Mamaaaa. .Yudhis dimana Maaa?Yudhis dimanaaa?” aku berteriak dengan sisa tenagaku. Aku merasakan tubuhku menjadi lemas-mungkin pengaruh dari suntikan tadi-. Aku mencoba untuk bangun, tapi sesegera Mama menahanku.
“Tenang sayang. .” menenangkan diriku. Mama menangis. . .
“Tapi mana Yudhis Ma? Maaa. .naaa. .?” suaraku mulai menghilang perlahan dengan di iringi menutupnya mataku kerena merasakan tubuhku melemas.
* * *
Ku letakkan beberapa tangkai mawar putih di atas batu nisan Yudhis. Aku duduk di sisi nisan Yudhis. Ku tertunduk dan tak mengeluarkan suara. Tapi hanya saja air mata ini terus keluar dan tak dapat di tahan.
“Aku sayang kamu Yudhis. Aku sayang kamu.” ucapku lirih.
“Udah?” tanya Apby hati-hati.
Aku mendongakkan kepala dan melihat sosok pria yang duduk di sampingku.
“Yuk, pulang.” ajakku dengan kedua mata masih berkabut.
Aku bangkit berdiri. Apby dengan lembut mengulurkan tangannya untuk membantuku berdiri. Aku yakin Yudhis pasti tenang di alam sana, melihat sudah ada yang menggantikan posisinya untuk menjagaku.
Ku tinggalkan nisan itu yang penuh kenangan di dalamnya.
Terima kasih Yudhis. Terima kasih cinta. . . .
0 komentar:
Posting Komentar